Malam Keakraban HIMAFI 2016

Makrab Mahasiswa 2016 - Agrowisata Cilangkap, 24-25 September 2016

Acara Puncak Makrab HIMAFI 2016
"Fabiayyi aalaai rabbikuma tukadzibaan". Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?

Agaknya kami lupa dengan firman-Mu yang menggetarkan bibir, mengilukan lidah, mendesirkan nadi. Bukan pada katanya namun pada maknanya. Betapa kita mencari keindahan dan kenikmatan dengan pergi jauh dari sajadah-Mu, padahal As-Syams dan Al-Lail telah menjelaskan betapa nikmatnya siang dengan mentari dan malam dengan sang rembulan. Kita begitu alpa dalam meletakkan dahi di atas permadani di waktu dhuha, kami juga alpa menitikan rindu di sepertiga malam-Mu. Betapa lupanya kami, betapa khilafnya hati ini.

"Fabiayyi aalaai rabbikuma tukadziban". Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?

Agaknya kami lupa dengan makna firman-Mu ini. Betapa kita lupa dengan isi surah An-Nissa ayat 1 dan 114. Sesungguhnya Tuhan-mu menciptakan kaum (adam) dan kaum lainnya (hawa) untuk berkembang biak, untuk perdamaian dalam ikatan kekeluargaan. Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan tentang kebaikan salah satunya adalah perdamaian antara manusia. Betapa kita lupa bahkan sengaja melupakan kepada waktu yang menakdirkan kita untuk bertemu dan bersama. Padahal dalam surah Al-Ashr telah dituliskan bahwa kita diciptakan untuk saling menasihati dalam kebaikan.

"Kun fayakuun". Jadilah! Maka terjadilah.

Bukan kita yang inginkan pertemuan, bukan kita jua yang menentukan tuk bersama dalam sebuah ikatan. Tapi ingatlah "kun fayakuun" itu, ketika Allah berkata "jadilah!" maka terjadilah. Roda yang menggelinding cepat dan melecit halus tentunya dengan bantuan sekumpulan jari-jari yang menata dirinya dengan rapi serta saling menguatkan. Pun kita, ingatlah bahwa kita tengah dalam sebuah roda putar. Mau tidak mau, kita akan melewati putarannya. Mungkin belum sekarang kita merasakan betapa pentingnya kebersamaan, mungkin belum saat ini kita merasakan betapa nikmatnya dalam sebuah rengkuhan. Tapi yakinlah, dalam pelukan dan rengkuhan hangat sebuah ikatan adalah nikmat dan keindahan yang luhur.

"Kun fayakuun". Jadilah! Maka terjadilah.

Setiap pertemuan tentu tercipta pahitnya perpisahan. Suatu hari nanti perjumpaan kita yang tanpa sengaja ini akan menggoreskan rindu di setiap sudut kenangannya. Disadari atau tanpa disadari, rindu itu takkan dapat kita bahasakan dengan bahasa yang tak terbahasakan. Hanya hati, kenangan, dan siluet semu yang mampu mengerti apa yang hendak kita bahasakan. Maka rindu akan semakin terasa ketika tak lagi kita bersama dalam sebuah rengkuhan. Ketika dokumenter itu terputar dalam asa yang terbayang dalam semunya imajinasi, terputarlah kisah klasik yang mendongengkan awal perjumpaan hingga getirnya perpisahan. Kita pasti ingat bagaimana tatapan malu, senyum tipis, dan kata "kenalkan namaku fulan (atau) fulanah". Kita juga ingat bagaimana cari si fulan berkata, si fulan tertawa, si fulan membuat gaduh. Satu hal lagi, roda akan terus berputar, hingga suatu hari nanti kita kan teringat bagaimana rasanya menangis haru bersama, satu persatu mulai pergi dan menjauh. Bukan karena tak ingin bersama lagi, namun "kun fayakuun" itulah yang menakdirkan kita berada didalam roda putar itu. Tapi kita harus belajar dari surah Al-Ikhlas yang tak pernah mengatakan ikhlas di setiap baris ayatnya. Karena hidup seperti roda, dan kita adalah jari-jarinya. Kita; kemudi dari roda putar itu.

"Fabiayyi aalaai rabbikuma tukadziban". Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?

Sepertinya kami benar-benar lupa kepada makna dari firman-Mu ini. Betapa alpanya kami bahwa Engkau adalah penyair dari segala penyair. Nampaknya kami benar-benar lupa bahwa Engkau penulis dari skenario hidup yang amat indah itu, pembuat rindu, pelantun kasih, penggores kontemporer itu. Bukankah kita pernah mendengar kisah paling romantis? Puisi paling syahdu? Lirik pembawa rindu? Namun tahukah masih ada yang paling dari segala paling. Masih ada Maha dari segala Maha. Betapa kita lupa bahwa kita punya satu mushaf yang paling syahdu. Satu mushaf kontemporer pembawa rindu. Ditulis oleh yang Maha romantis, yang Maha mengerti.

Tak perlu kita menuntut damai, karena kita terlahir dari sebuah kedamaian. Tak perlu kita bersolek, karena kita terlahir sudah sangat molek. Tak perlu kita mengumpat keadilan, karena kita terlahir dalam bentuk yang seadil-adilnya. Kita tak meminta pun, Allah kan memberi. Namun bukan berarti kita tak berdoa, karena Allah suka orang-orang yang berserah kepada-Nya. Masihkah kita lupa? Masihkah kita alpa? Kepada Asy-Syams dan Al-Lail, kepada An-Nissa, Al-'Ashr dan Al-Ikhlas. Masihkah kita lupa? Masihkah kita alpa? Kepada goresan dari yang Maha romantis, kepada penulis kontemporer hidup yang membuat rindu di setiap detik helaan napas tertahan, di setiap inchi jarak yang memisahkan.

"Fabiayyi aalaai rabbikuma tukadziban", maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?

Ingatlah "kun fayakuun", jadilah! Maka terjadilah.

Kami sampaikan rindu yang berdesir dalam khilafnya hati yang menggelayut, untuk-Mu yang paling dari segala paling, bagi-Mu yang Maha dari segala Maha.

Salam rindu dari ummat-Mu. Untuk-Mu yang Maha romantis; Allah Subhanahuwata'ala.

 

 - Kamilia Fakhriyyah -

3 komentar

Keren aaahh iniii....

Reply

Deabak😘😘

Reply

Sedih gua, ��������

Reply

Posting Komentar